Sentuhan Ukir Membalut Teknologi
Oleh Nury Sybli
Tak
pernah terbayang oleh Tuges bila kini ia sanggup memproduksi gitar.
Apalagi kerajinan yang dibuatnya itu dikenal di pasar gitar
internasional. Ia labeli gitar bikinannya dengan nama yang unik,
’Blueberry.’
Alat musik petik yang di sana-sini dihiasi ukiran
itu telah menembus angka penjualan 977 buah dan 90 persennya laku di
Amerika dan benua Eropa. Masyarakat Jepang dan negara-negara Timur
Tengah juga meminati gitar buatan pemahat kayu ini.
“Saya hanya
tukang pahat. Tidak mengerti gitar, memainkannya saja hanya untuk
coba-coba,” ujar Tuges saat ditemui di workshop gitar Blueberry di Desa
Guwang, Sukawati, Gianyar, Bali, baru-baru ini.
Mungkin lantaran
lahir dari keluarga berlatar belakang pematung, pria bernama lengkap I
Wayan Tuges ini pun sejak berusia lima tahun sudah terbiasa memahat
kayu. Dia yakin bakat seninya mengalir dari sang kakek, Nyoman Selag,
dan ayahnya, I Nyoman Ritug.
Gitar Bali untuk Dunia
Kecerdikan
Tuges membuat sesuatu yang berbeda pada gitar ukirnya cukup menarik
hati para musisi dan kolektor gitar. Lebih dari itu, Blueberry berani
mendobrak pakem. Jika umumnya gitar itu halus, Blueberry memunculkan
gitar yang kasar agar menambah resonansi suara. Sentuhan tradisional
hadir pada ukiran khas Bali di badan, leher, dan atau headstock alat
musik populer ini. “Hal yang rumit adalah membuatnya dengan tidak
merusak atau mengurangi karakter sound yang optimal,” ujarnya.
Beberapa
terobosan baru untuk berbagai ornamen di sekujur gitar pun dibuat.
Tuges menempelkan motif kerang pada belakang gitar, membuat gitar
bertipe groove yang simpel, song writer, gitar yang aneh dan unik. ”Atau
model gitar yang membuat tiap penulis lagu menikmati sendiri bunyi
melodinya. Suara gitar kami terasa lebih untuk dirinya bukan untuk
audience," ungkap Tuges.
Gitar bikinan tangan dan terbatas dari
Bali ini banyak dibicarakan di kalangan industri musik internasional dan
digunakan oleh banyak musisi. Rob Lutes, Rick Monroe, Dino Bradley, dan
George Canyon Band Country Rock Little Texas menggunakannya, termasuk
kontestan American Idol. Dari kalangan musisi lokal ada nama Dewa
Budjana, Balawan dan Eros Djarot.
Gitar buatan anak kampung ini
pertama kali diproduksi pada 2005 atas ide dan ajakan pengusaha dan
pencinta musik asal Kanada, Danny Fonfeder. Dua tahun Tuges melewatkan
trial and error dan berguru pada George Morris, pembuat gitar dari
Amerika. “Danny yang mengajak saya membuat gitar terbaik dan termahal di
dunia,” kenangnya.
Mei 2007 menjadi sejarah bagi gitar
Blueberry. Untuk pertama kalinya gitar buatan Tuges dinyatakan layak
jual dan akhirnya dapat diluncurkan di acara besar, Montreal
International Jazz Festival, di Kanada. Lalu berapa harga gitar-gitar
unik itu? Tuges menjual gitar pertamanya seharga USD3.000. Kini harga
gitar putra Bali itu masih di kisaran USD 1.000 sampai USD 8000.
“Meskipun pembuatannya secara hand made dan memakan waktu lama, harga
Gitar Blueberry masih di bawah harga gitar lain yang ternama di Amerika.
Yang paling mahal itu di bagian head stock-nya ada lapisan perak dan
emas,” papar Tuges.
Harga jual Blueberry yang rata-rata di atas
sepuluhan juta rupiah membuatnya sulit beredar di pasar lokal. Walau
begitu, ke depan Tuges ingin mengenalkan lebih luas gitar buatannya
kepada para musisi dan kolektor gitar di Indonesia. “Saya senang dan
ikut bangga juga kalau putra bangsa seperti Dewa Budjana, Balawan dan
Eros Djarot memakai gitar buatan saya,” tuturnya.
Untuk membuat
gitar yang tidak umum memang tidak mudah. Perlu kecermatan, kalkulasi,
dan tentu kreativitas. “Mengukir pada gitar itu memiliki kesulitan dan
kenikmatan tersendiri. Tiap gitar memerlukan inovasi agar bisa bersaing
dan diminati di industri pasar musik internasional,” katanya.
Gitar Bali untuk Dunia
Proses
pembuatan pun jauh berbeda dari gitar pabrikan. Tuges memilih kayu
terbaik dan membuatnya dengan tangan-tangan kreatif pemuda Bali. Seluruh
proses, dari penentuan kayu dari pohon apa sampai sebuah gitar jadi,
perlu waktu lama. Paling sedikit enam bulan, bahkan ada yang sampai
setahun. Sebelum proses pembuatan, kayu-kayu pilihan itu dipanaskan di
ruang pemanas (oven) dengan suhu tertentu, kemudian dipotong sesuai
ukuran dan desain gitar. “Dari pemotongan hingga finishing saja, satu
gitar memakan waktu rata-rata selama dua bulan,” Tuges.
Dulu
bahan bakunya diimpor dari Tasmania, Amerika Serikat, atau Kanada.
Setelah banyak mencoba, setahun belakangan ini ditemukan bahan baku
lokal yang tepat. Awalnya Tuges mencoba kayu jenis cempaka (yang
biasanya diukir untuk panil). Setelah diproses ternyata suaranya jauh
lebih baik ketimbang kayu impor. Dalam perkembangan dan pencarian yang
terus-menerus ditemukanlah jenis kayu lain.
Gitar Bali untuk Dunia
“Kami
sudah bereksperimen dengan berbagai jenis kayu. Kayu yang banyak
digunakan adalah kayu spruce dan cedar (sejenis cemara), rose wood,
akasia, mahoni, dan cempaka. Jenis-jenis kayu itu serat dan tampilan
warnanya bagus. Dan yang terpenting mampu mengeluarkan suara bagus,”
beber Tuges yang berkonsentrasi pada pembuatan gitar akustik ini.
Bersama
45 perajin di bawah pengawasannya, Tuges terus menciptakan inovasi
baru. Ia percaya, meski dibuat di pojok kampung, gitar buatannya
memiliki kualitas internasional. “Semua ini karena perjalanan waktu dan
rasa cinta kami pada seni ukir Bali, “ katanya menutup perbincangan.